Memoar Sepia

Lorong manusia menyambut 

Para calon penghuni 

Hunian pagi sampai siang yang baru

Bersiap bertahan dalam tiga tahun kedepan

Apapun yang terjadi harus tahan,

Tekadku...

Demi hidup yang mudah, harus rela susah,

Agakku...


Masih belia

Tahu apa?

Bersolek, tidak sama sekali

Bisa berkendara, apalagi

Membuat kode morse, amatir

Namun lain halnya tangkap kodemu


Berawal dari aku yang terbiasa serampangan

Sampai-sampai membuat tugas sembarangan

Sial, bulan-bulanan

Beda rona, beda skala, semua salah!

Duniaku terbalik di saat yang lain tergilitik


Disaat yang lain memekik, kamu memilih antap

Hanya andalkan mata dengan ratusan saling tatap

Sampai akhirnya telunjukmu menembak

Terpaksa aku beranjak

Dari zona nyamanku untuk diam

Menunduk sambil terbata-bata memilih kata

Di depan pundak tegapmu yang tak sampai sehasta

Dari pelupuk mata


Akhirnya lakuanmu di suatu bayan kala itu

Tak hentinya membenak dengan jinak

Kau raih kepal jari tinjuku dan bertanya

Sapaanku yang sempat lewat dari ingatanmu

Di lorong yang juga senada dengan bawahan

Di lantai dua

Yang saksinya bukan hanya kita berdua


Membeku di siang bolong, otakku kosong

Debaran jantung ku tatar

Dengan tarikan nafas yang turut ku ajar


Semenjak itu ku buang jauh-jauh 

Romansa anak muda impian kawula 

Keraguan ini menenggelamkan perasaanku sendiri

Firasat pun ikut berbisik

Meyakinkan ini hanya atraksi hati yang fana


Nyatanya kodemu berulang

Awalnya jelas jadi jarang lalu samar,

Dan akhirnya hilang

Namun terabdikan jadi memoar

Di ingatanku yang semakin sepia

Dan dalam hatiku yang menyepi dengan setia












Comments

Popular Posts