Menunda Maaf



Aku penakut
Pantas disebut pengecut
Sengaja ku lari dari kalian semua
Pejamkan mata
Menyumbat kuping
Sampai-sampai menutup hidung agar hela nafas ini tak terdengar
Dan memanipulasi bauku
Agar tak terendus satu orang pun

Padahal nyatanya api sedang berkobar
Yang semakin lama menjadi kebiruan
Yang semakin menjalar ke bagian tubuh lain
Dari bara yang tertanam di hati
Berselimut kabut
Kalut!

Iya aku tenang, tak lihat kobarannya di pelupuk mata
Tapi tampaknya api itu tak sudi padam dengan mudah
Api itu menyusup dalam setiap lelapku
Seakan
Mencoba membangunkanku untuk segera bertindak
Aku pikir ini menyiksa
Dia tak kunjung padam,
Walau sudah hitungan tahun

Manusia itu punya otak
Manusia juga punya cermin
Jadi seharusnya dipakai berpikir sekaligus berefleksi
Aku pun berusaha melakukan keduanya
Lalu otak dan cermin mengajarkanku untuk
Berbuat baik tanpa membedakan
Senantiasa menjaga perasaan
Dan yang paling sulit
Berdamai dengan masa lalu

Ratusan orang di luar sana sudah bersaksi
Mereka pernah mendapatkan luka sayatan
Sudah tak berdarah tapi tetap berbekas
Karena lisanku
Karena tindakanku
Karena ketidakdewasaan pribadiku

Menunda maaf itu tak baik
Sekarang saatnya, aku sudah membulatkan tekad
Untuk memadamkan api
Satu per satu pada tiap hati yang terbakar api
Walau tidak bisa ditapis
Tanganku dingin
Jantungku berdegup kencang sekali
Sampai aku harus berpikir ratusan kali
Bagaimana cara mendekat kepada
Hati yang terlalu dan terlanjur jauh

Apakah mungkin api itu dapat padam?
Jika api itu sudah membumihangsukan hatimu
Bendera putih!
Biarkan Tuhan yang memutihkannya
Toh Tuhan yang Maha Membolak-balikkan hati, bukan?

Jadi bisakah kalian memaafkanku?
Para hati yang tersakiti

Comments

Popular Posts